Kali ini saya akan mengulas sebuah topik yang sepertinya sangat kontroversial -,- yaitu pornografi. Negeri sakura memang cukup mengingatkan kita tentang pornografi. Pornigrafi memang dilegalkan dan bebas di Jepang. Bebas yang dimaksud adalah dalam memproduksi tontonan pornografi, majalah, buku, foto, alat peraga dan sebagainya dijual dan didistribusikan secara bebas. Namun, ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui sehubungan dengan aktivitas pornografi di Jepang.
Batasan dalam Pornografi
Walaupun pornografi dilegalkan, Jepang masih mempunyai batasan dalam pelegalannya, yaitu :
- harus sudah cukup umur dalam mengkonsumsinya
- tidak boleh menampilkan alat genital secara langsung dan bagian vital harus diburamkan
- Khusus untuk buku dan majalah, dilarang untuk menampilkan hubungan suami istri, kecuali pada komik atau video dengan catatan bagian vital harus diburamkan
- tidak boleh mempekerjakan (pekerjaan yang menyangkut pornografi) anak-anak dibawah umur atau belum cukup umur, baik sebagai pekerja apalagi pelaku utama.
- keterlibatan anak-anak terhadap kasus pornografi sangat diperhatikan. Anak-anak sangat dilindungi dari kasus pornografi. Anak-anak yang dimaksud adalah yang berumur dibawah 18 tahun.
Pornografi Marak, Kejahatan Seksual Rendah
Ini menjadi fakta yang cukup mencengangkan. Tapi memang begitulah adanya. Walaupun pornografi dilegalkan, prosentase kejahatan seksual seperti pemerkosaan, kehamilan remaja, atau pelecehan seksual lainnya mulai dari hal kecil seperti gerombolan anak muda yang menggoda gadis berpakaian sangat minim yang lewat dengan siulan, pandangan mata jelalatan, sangat tidak umum dilakukan di Jepang. Bahkan, seseorang akan dianggap gila bila berperilaku seperti itu. Bisa juga dianggap tidak tahu etika atau bisa-bisa didamprat oleh sang pemilik aurat dengan teriakan ERO JIJI. Ero jiji akan dibahas pada ulasan selanjutnya. Biasanya untuk pelecehan seksual yang lebih berat akan dilaporkan ke polisi terdekat oleh korban.
Istilah ERO JIJI
Jiji adalah sebutan untuk pria setengah baya (sekitar 40 tahun keatas) dan Ero artinya kurang ajar atau porno. Di Jepang, tindakan porno umumnya dilakukan oleh lelaki setengah baya. Banyak ero jiji yang membaca majalah porno namun ditinggalkan begitu saja di tempat lain sebelum sampai di rumah, karena takut ketahuan istri. Umumnya mereka juga disebut Ojisan atau Ossan.
Pelaku dari Indonesia
Standard gaji yang tinggi yang berlaku di negara Jepang dalam industri Pornografi membuat para pebisnis menyiasati untuk mendatangkan pekerja dari negara lain termasuk Indonesia.
Manipulasi Video Porno
Film porno atau yang disebut 'Eiga Pink' (film pink) dibuat dengan sangat profesional sehingga mampu menipu penontonnya yang beranggapan bahwa kejadiannya benar-benar dilakukan dalam kehidupan nyata ataupun dilakukan dalam keseharian.
Film porno atau yang disebut 'Eiga Pink' (film pink) dibuat dengan sangat profesional sehingga mampu menipu penontonnya yang beranggapan bahwa kejadiannya benar-benar dilakukan dalam kehidupan nyata ataupun dilakukan dalam keseharian.
Alasan Kenekatan Pelaku Pornografi
Iming-iming materi yang menggiurkan bisa menjadi alasan. Sebagai catatan, standar upah minimum pekerja standard (jenis pekerja apa saja) di Jepang adalah sekitar Rp 75.000,- (750 yen) per jam. Sedangkan untuk bintang porno, untuk satu film berdurasi satu jam bisa mencapai 200 juta rupiah.
Iming-iming materi yang menggiurkan bisa menjadi alasan. Sebagai catatan, standar upah minimum pekerja standard (jenis pekerja apa saja) di Jepang adalah sekitar Rp 75.000,- (750 yen) per jam. Sedangkan untuk bintang porno, untuk satu film berdurasi satu jam bisa mencapai 200 juta rupiah.
Pornografi sejak Dulu
Tidak mengherankan jika Jepang saat ini melegalkan pornografi, karena dunia pornografi telah melekat dengan Jepang sejak zaman dahulu, sebelum abad ke 13. Pornografi dipublikasikan melalui lukisan-lukisan dan cerita bertema porno.
Konsumen Tempat Bisnis Pornografi
Tempat usaha pornografi seperti panti pijat/tempat massage, mandi sabun/soap bath, atau pun 'love hotel' hanya mengizinkan orang Jepang saja untuk menjadi konsumennya alias 'Japanese Only', tentunya dengan mengikuti aturan hukum yang berlaku.
Tempat usaha pornografi seperti panti pijat/tempat massage, mandi sabun/soap bath, atau pun 'love hotel' hanya mengizinkan orang Jepang saja untuk menjadi konsumennya alias 'Japanese Only', tentunya dengan mengikuti aturan hukum yang berlaku.
Prostitusi Illegal, Pornografi Legal
Prostitusi memang mempunyai pengertian yang berbeda dengan Pornografi. Hal ini memang agak sulit untuk dijelaskan. Namun kesimpulan yang bisa saya tarik dari sumber yang saya baca, orang Jepang menganggap bahwa prostitusi lebih identik dengan bisnis jual beli aktivitas pornografi yang melanggar ketentuan hukum, sedangkan pornografi hanya menyediakan media yang layak dikonsumsi bagi orang dewasa. Lalu bagaimana dengan tempat bisnis pelayanan berbau porno yang sebelumnya saya ulas? Tempat-tempat yang saya sebutkan tadi memang banyak. Para pelaku atau pekerja aktivitas pornografi diibaratkan seperti bekerja di balik layar, di wilayah abu-abu. Mereka beranggapan bahwa aktivitas yang mereka lakukan tidak disebutkan dalam hukum secara langsung. Namun, apabila aktivitas tersebut dilakukan di areal publik, jelaslah merupakan suatu pelanggaran. Cukup membingungkan, ya! >_<
Serial Crayon Sinchan untuk Dewasa
Hal ini sudah dijelaskan di banyak media, namun sepertinya masih banyak kalangan yang belum mengetahuinya. Banyak orang tua yang khawatir bila anak-anaknya yang masih dibawah umur menonton serial Sinchan di tv atau membaca komiknya, dan beranggapan bahwa Jepang membebaskan anak-anak mengkonsumsi pornografi. Kekhawatiran tersebut bukanlah sesuatu yang salah, tapi anggapannya salah. Di Jepang, pembaca komik dan penggemar anime datang dari berbagai kalangan, termasuk orang dewasa. Serial Crayon Sinchan menjadi salah satu anime/komik yang diperuntukkan bagi orang dewasa saja. Jadi wajar saja jika isinya agak berbau porno. Dengan masuknya tayangan Crayon Sinchan di Indonesia, kita hanya bisa mengantisipasi hal negatif yang bisa ditimbulkannya, yaitu membimbing anak-anak di bawah umur ketika menonton (sesuai pesan KPI) dan berharap agar KPI dapat memilah dengan baik konten yang sesuai untuk anak-anak.
ngahahaha :)) gak nyangka juga ya kak :))
ReplyDelete